Berita Kesehatan
Virus Corona Memang Bermutasi, tetapi Kita Tidak Perlu Panik
Jumat, 29 Mei 2020 13:38:10

Dalam film fiksi ilmiah, sering kita lihat virus bermutasi menjadi lebih ganas dan berbahaya. Namun, dalam kehidupan nyata, kondisinya tidak sedramatis itu. Dalam beberapa bulan belakangan, ilmuwan menemukan mutasi genetik berupa strain dari virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19. Hal ini tentu terdengar mengerikan. Namun, seiring ditemukannya strain baru, jumlah laporan yang menyatakan strain tersebut lebih berbahaya sangat sedikit, bahkan nihil. “Faktanya, mutasi ini sungguh sesuatu yang normal.

Virus tercipta untuk berevolusi,” tutur Kari Debbink, ahli virologi di Bowie State University, Maryland, seperti dikutip Science News, Kamis (28/5/2020). Mutasi dan sekuensing Sederhananya, virus merupakan senyawa protein yang memiliki material genetik DNA atau RNA. Dalam kasus SARS-CoV-2, virus tersebut memiliki RNA bernama nucleotides. Nucleotides ini menyediakan kode untuk membangun asam amino yang berbentuk duri (spike) pada virus. Sebuah mutasi berarti perubahan yang terjadi pada nucleotides. Pada virus SARS-CoV-2, berarti satu dari 30.000 nucleotides. Perubahan seperti ini memberi titik terang bagi para ilmuwan untuk mengumpulkan sekuens virus SARS-CoV-2.

Berkat mutasi ini, para ilmuwan dapat melakukan sekuens terhadap RNA virus dalam menginfeksi manusia. Para ilmuwan dapat memprediksikan di mana dan bagaimana virus corona menyebar pada sebuah populasi. Perlu diingat, setiap virus adalah individu yang berbeda dengan susunan genetik yang berbeda pula. Faktanya, virus corona jenis SARS-CoV-2 bermutasi dalam jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan influenza. Mutasi tidaklah berbahaya Mutasi bisa memengaruhi virus dalam berbagai cara, tetapi hanya beberapa jenis mutasi yang bisa membuatnya lebih berbahaya untuk manusia.

Bisa jadi, apabila virus tersebut mengubah cara infeksinya terhadap sistem imun atau membuatnya lebih resisten terhadap pengobatan. Mutasi juga bisa menjadi penyebab sebuah penyakit menyebar dengan luas pada populasi dengan tingkat keparahan yang beragam. Namun, mutasi seperti itu tidaklah sering terjadi.

Bahkan sulit untuk diidentifikasi. Studi yang dipublikasikan dalam boRxiv.org pda 5 Mei lalu, misalnya, menemukan mutasi pada duri virus SARS-CoV-2. Varian baru ini lebih banyak ditemukan di Eropa dan AS dibanding China yang menjadi episenter Covid-19. “Mutasi dan transmisi terjadi pada saat yang bersamaan,” tutur Louise Moncla, ahli epidemi evolusioner di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle.

Untuk memahami apakah sebuah mutasi mengubah cara kerja sebuah virus, ilmuwan membutuhkan beberapa kali eksperimen. Selain memeriksa sekuens genetis dari pasien virus corona dari berbagai belahan dunia, para ilmuwan juga terbatas oleh peralatan di laboratorium. Studi seperti ini butuh waktu. Sementara itu, kemungkinan mutasi virus corona dalam beberapa waktu ke depan tetap ada dan para ahli berusaha untuk menemukannya. “Data menyebutkan bahwa kita tidak perlu khawatir, dan bagaimana kondisi yang mengharuskan kita untuk khawatir,” tutur Moncla.